Satu bulan yang sungguh padat. Mungkin akan menarik jika saya mulai tulisan ini dengan pernyataan: Barangkali Tuhan memang tidak satu. Gagasan yang menarik ini datang dari sebuah kebaktian yang saya hadiri 2-3 tahun yang lalu. Ada seorang pendeta yang waktu itu mengkhotbahkan tentang trinitas. Sesi tanya jawab diberikan di akhir khotbah. Seorang bapak mengangkat tangannya dan bertanya kesamaan entitas Tuhan dari berbagai agama.
Dengan raut wajah memperhatikan, sang pendeta menimpali pertanyaan itu dengan yakin: keberadaan Tuhan diketahui dari semenjak manusia lahir, secara natural ia memerlukan sesuatu yang lebih besar (superior) darinya. Manusia di berbagai tempat dan masa terus mencarinya. Sedangkan pewahyuan akan Pribadi Tuhan, tidak diturunkan sekaligus, melainkan melintasi sejarah secara bertahap — ini bukti ke-Mahakuasa-an Tuhan. Motif dan pola ajaran sesat terus berubah, satu tereliminasi, timbul yang lain, begitu seterusnya, sedangkan pewahyuan yang berasal dari Tuhan, terus terjaga. Dengan ke-Mahakuasa-an itu, bagaimana mungkin beberapa pewahyuan yang berbeda secara konsisten terus muncul sepanjang sejarah? Kalau yang satu baik dan yang lain tidak, apakah berarti Tuhan turut campur tangan dalam menjaga kejahatan untuk tetap berada dalam dunia? Hal yang dapat menjelaskan itu dengan baik ialah: karena memang Tuhannya berbeda.
Deg! Pemahaman saya langsung berada di titik belok. Di satu sisi saya tidak yakin, tapi di sisi yang lain ada benarnya. Saya rasa anda juga perlu memikirkannya sendiri. Pernahkah ketika anda berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang beda agama, anda merasa bahwa kebaikan yang ia berikan adalah representasi dari kebaikan Tuhan anda, bukan Tuhan lawan bicara anda? Saya rasa itu lumrah karena saya pun demikian. Banyaknya intensitas interaksi tanpa sadar menanamkan kita suatu pemahaman: segala kebaikan itu dari Tuhan — Tuhan yang sama, hanya jalan dan brand yang berbeda. Namun apa betul memang begitu?
Sejujurnya saya sudah lama tidak terlalu mempedulikan itu, terlebih di tengah kondisi pandemi ini. Namun siapa sangka, baru-baru ini pemikiran itu muncul lagi karena beberapa hal yang saya jumpai secara beruntun dan tak terencana. Cukup sayang kalau kecamuk pemikiran ini terbuang begitu saja. Jadi sampai di manakah ujung pemahaman saya saat ini? Begini.
Lanjutkan membaca “Tuhan Tidaklah Satu?”