Teladan dan Keseimbangan antara Kata dan Perbuatan

Pada kebaktian Minggu ini (29/10), saya diingatkan akan satu hal yang cukup menarik. Sang pendeta mengungkit satu frase yang cukup familiar, no action talk only atau NATO. Umumnya, label ini ditujukan pada seseorang yang tidak melakukan hal-hal yang ia sendiri katakan, atau sosok dengan bualan idealisme, tetapi idealisme itu tidak tercermin dari kehidupannya.

Photo by Jose Figueroa in Unsplash

Orang tua menjadi sosok yang cukup rawan diberikan label NATO. Bukan tanpa alasan, orang tua adalah individu yang akrab dengan nasihat. Namun tak jarang, ada beberapa di antaranya yang hanya memberikan wejangan baik pada sang buah hati, tapi tanpa sadar hal itu pun dilanggarnya sendiri. Hal-hal semacam ini yang membuat orang tua menjadi tidak didengar oleh anak, atau bahkan lebih parah lagi, anak bertumbuh menjadi pribadi yang tidak berintegritas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh orang tuanya.

Lanjutkan membaca “Teladan dan Keseimbangan antara Kata dan Perbuatan”

Catatan Seorang Kristen: 5 Hal yang Saya Rindukan Setiap Idul Fitri

Umat Muslim menaikkan Salat. | Sumber: Unsplash.

Sebelum membaca lebih jauh, terlebih dulu saya ingin mengklarifikasi bahwa judul yang saya buat di atas bukan sekadar clickbait. Fakta yang pertama, saya memang pemeluk Kristen; Kedua, beberapa hal yang saya tuliskan mungkin juga dirasakan oleh orang-orang Kristen yang lain. Dari dua fakta tersebut, maka sahlah judul yang saya gunakan (walaupun masih terkesan memaksa, hehehe). Baik, langsung saja masuk dalam konten utama.

1. Libur Panjang
Tidak ada durasi libur lama yang diatur oleh sistem pemerintah selain Lebaran itu sendiri. Ya, lebaran ialah waktunya berhenti dari pekerjaan dan kesibukan, seraya kembali menyegarkan pikiran — yang didapat secara formal, bukan melalui izin sakit atau cuti. Natal dan tahun baru pun terkadang tidak selama libur Lebaran. Oleh karena itu, masa Lebaran selalu menjadi masa yang saya tunggu-tunggu oleh karena inilah fasenya beristirahat dan bersenang-senang!

2. Mudik
Pulang menuju tanah kelahiran, atau setidaknya tempat tinggal keluarga besar merupakan ritual yang juga selalu menyenangkan. Pembeda utamanya ialah, pada masa ini, hampir sebagian besar orang pulang ke kampung halamannya masing-masing. Hal ini membuat peluang bertemu dengan sanak saudara atau kawan lama yang sudah lama terpisah cukup besar sehingga memunculkan rasa nostalgia. Lanjutkan membaca “Catatan Seorang Kristen: 5 Hal yang Saya Rindukan Setiap Idul Fitri”

Teror Bom dan Sang Penghancur Citra Allah

Ilustrasi terorisme. | Sumber: Pixabay.

Lewat agama, manusia dapat belajar mengenal Tuhan. Masalahnya ialah, sebagian orang berusaha mengerti tentang Tuhan bukan dengan tujuan untuk menaati-Nya, melainkan untuk menggantikan-Nya.

Geram, marah, muak, sedih, semua perasaan itu bercampur dalam diri saya saat mendengar kabar bahwa ada bom yang meledak di Surabaya. Tragisnya, bom langsung terjadi di tiga tempat sekaligus. Ya, bukan satu melainkan tiga! Lebih sedih lagi ketika tahu bahwa semua ledakan tersebut terjadi di Gereja dan tepat di hari Minggu, kala umat Nasrani berkumpul untuk menyembah Tuhannya. Bukan di penjara tempat para pelanggar hukum berada, atau di lingkungan kumuh yang penuh dengan preman dan pecandu Narkoba. Melainkan Gereja, ya, itu tempat ibadah!

Ingin rasanya saya mencengkeram erat kepala pelaku dan mengantukkannya sekeras mungkin ke tanah sambil berteriak tepat di telinganya bahwa ia sedang memandangi wajah Tuhan yang salah! Tak masalah jika Tuhan kami berbeda, karena saya yakin tak ada satu pun entitas Tuhan yang menghendaki umat-Nya membunuh orang lain, apa pun alasannya. Andai Tuhan yang ia yakini benar-benar Maha Kuasa, maka oleh karena kuasa-Nya maka saya pun – meski berbeda – tetap merupakan karya tangan-Nya. Mana ada Tuhan yang menghendaki ciptaan-Nya sendiri dihancurkan? Lanjutkan membaca “Teror Bom dan Sang Penghancur Citra Allah”

Gusti iku Cedhak lan Adoh

quote-5

Tuhan itu dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa ada batasan.

Peribahasa Jawa

Kejawen atau ilmu tentang nilai luhur budaya Jawa memang acapkali menyentil apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Paribasan (Bahasa Jawa: peribahasa) di atas merupakan salah satu contoh paham nilai budaya terhadap keberadaan Tuhan, Sang Pencipta.

Gusti iku cedhak tanpa senggolan. Bagian ini hendak menyoroti tentang betapa dekatnya Sang Mahabesar tersebut pada setiap insan yang ada di dunia. Dekat tanpa bersentuhan bisa diartikan bahwa Dia melihat dan sungguh-sungguh mengetahui setiap gerak-gerik kita tanpa kita sadari. Namun di lain sisi frasa ini dapat diartikan bahwa keberadaan Sang Pencipta ini begitu teramat dekat, bahkan bukan sebagai Pribadi lain di luar diri kita, melainkan hadir dalam setiap diri manusia – yang terepresentasikan sebagai nurani dan akal budi.

Adoh tanpa wangenan. Paruh akhir peribahasa ini merupakan paradoks dari bagian pertama yang menyebutkan bahwa Tuhan itu dekat. Bagian ini justru mengatakan bahwa Tuhan itu teramat jauh, bahkan tidak ada yang dapat membatasi (wangen: batas) bagaimana jauhnya gambaran keberadaan Sang Khalik. Jangan salah, ungkapan ini bukan hendak menyampaikan betapa jauhnya Tuhan itu, melainkan betapa agung dan tak terkiranya Dia. Bahwa tidak ada yang dapat membatasi kuasa Tuhan, baik seluruh alam ciptaan-Nya, apalagi hanya pikiran seorang manusia yang fana. Tuhan bukanlah sosok yang dapat dikotakkan oleh perspektif manusia yang merasa seolah Tuhan dapat berada dalam genggaman tangan dan pemahamannya.

Secara holistik (keseluruhan), ungkapan ini hendak menyampaikan pesan bahwa keberadaan Tuhan seperti sebuah paradoks yang tidak dapat hinggap dengan tenang dalam pikiran manusia. Di satu sisi, Ia begitu dekat meskipun tidak kita sadari; tetapi di saat yang bersamaan dia begitu jauh dari apa yang coba kita mengerti. Gagasan yang mungkin terlihat kuno tetapi masih begitu representatif jika kita berusaha untuk merenungkan dan menyadarinya. Secara kasar mungkin dapat dikatakan bahwa: Tuhan bukanlah teori.


Semoga menguatkan anda dalam melangkah di hari ini. Selamat merasakan dan mengagumi setiap karya agung yang Tuhan telah sediakan, sampai bertemu dalam tulisan saya yang lain.

quote-3

– Jika anda menghakimi orang lain, anda tidak memiliki waktu untuk mengasihi mereka; Bunda Teresa (Saint Teresa of Calcutta)


 

Pemimpin

“Bram, menurut kamu pemimpin itu seperti apa?”

Pertanyaan ini mulai saya jumpai semenjak saya memasuki dunia organisasi semenjak duduk di tahun kedua Sekolah Menengah Pertama (SMP), waktu itu usia saya mungkin sekitar 14 tahun. Di tahun ini, saya akan berumur 23 tahun.

Tidak terasa hampir satu dekade saya habiskan untuk bertumbuh dalam sebuah komunitas. Saya menyebutnya komunitas. Saya tidak rela untuk menyebutkan itu sebagai organisasi, karena bagi saya organisasi adalah sesuatu yang mati. Seperti rumah yang merujuk pada bangunan batu yang mati.

Komunitas, dengan akar katanya communis, communion, communitas, yang berarti umum dan berbagi atau dibagikan. Komunitas merujuk pada orang-orang yang berkumpul di dalam suatu wadah yang sama, inilah kumpulan pikiran – kumpulan insan. Lanjutkan membaca “Pemimpin”

Garam dan Terang Dunia

Pada tulisan saya kali ini, saya akan mempublikasikan sebuah lirik lagu rohani Kristen yang bagi saya pribadi lagu ini sudah tidak asing. Namun anehnya, ketika lusa saya mencari lagu ini beserta kuncinya (chord) ketika hendak digunakan dalam ibadah, tidak satu pun situs yang berhasil ditemukan oleh mesin pencari.

Saya tidak tahu persis apa judul asli lagu ini, tetapi saya dan rekan-rekan biasa melabelinya dengan judul “Garam dan Terang Dunia”. Ini karena secara umum, konten lagu ini berasal dari salah satu khotbah Yesus di bukit yang tercantum dalam Matius 5:13-16 – yang di dalamnya terdapat istilah ‘garam dunia’ dan ‘terang dunia’, yang juga tertulis dalam lirik lagu ini.


GARAM DAN TERANG DUNIA
Syair dan lagu oleh: anonim (belum diketahui; oleh saya setidaknya)

Verse (Bait):
Dunia diciptakan dalam terang kasih Tuhan
Namun semuanya kini ‘tak m’reka temui
Walaupun ada gelak dan tawa di kehidupannya
Namun semuanya hilang tanpa rasa

Keg’lapan yang melanda di jalan hidup manusia
semenjak kuasa dosa t’lah merajainya
Sadarkah dirimu dis’lamatkan kar’na kasih Tuhan
Menjadi saksi bagi kemuliaan-Nya Lanjutkan membaca “Garam dan Terang Dunia”

Interdependensi Gereja dan Talenta

Sebuah gagasan reflektif baru saja terlontar dari benak saya seraya mengerjakan kesibukan natal di sebuah gereja di tempat saya terlibat di dalamnya. Sungguh satu hal yang menarik mengikuti dinamika jemaat kecil di tempat ini; banyak hal berbeda jika dibanding tempat bernaung saya sebelumnya. Memang tak akan pernah bisa adil untuk membandingkan satu komunitas dengan komunitas lain, mengingat variabel yang mengikat di dalamnya – katakanlah sejarah, budaya setempat, mayoritas pekerjaan, faktor geografis, dan banyak hal lain – yang berbeda satu dengan yang lain. Komposisi awal yang berbeda tentu akan menghasilkan hal yang berbeda bukan?

Pun halnya dengan pemikiran yang menghantui benak saya akhir-akhir ini, tentang bagaimana seharusnya gereja menyikapi talenta atau karunia dari seseorang. Saya rasa pemikiran ini pun muncul tidak dalam sekejap, melainkan melalui proses serta ‘suasana kerja’ yang berbeda seperti yang saya jelaskan sebelumnya.

Di Alkitab, perumpamaan tentang talenta menjadi gambaran yang jelas tentang bagaimana sang hamba – tidak lain kita, manusia – harus mengelola talenta yang diberikan oleh ‘sang Tuan’ – Sang Pencipta itu sendiri. Baik dan setia, adalah dua kata kunci yang diucapkan oleh sang tuan ketika mengetahui bahwa talenta yang dititipkan pada hamba itu telah berkembang. Sukacita menanti orang yang baik dan setia itu, sementara bagi hamba yang jahat dan malas, tercampakkanlah dirinya pada tempat yang penuh ratap dan kertak gigi. Seperti itulah singkat ceritanya. Lanjutkan membaca “Interdependensi Gereja dan Talenta”