Onlinelah Seperlunya

random115
Durasi penggunaan Internet di Indonesia. | Sumber: Hootsuite & We Are Social.

Dari judulnya saja mungkin anda sudah bisa menebak isi tulisan ini. Pesan utamanya tentu saja: batasi waktu online yang biasa kita lakukan. Namun mengapa? Bukankah di era modern seperti ini akses informasi menjadi hal penting yang patut dipertimbangkan? Mengapa sekarang kini harus dibatasi? Jawaban dari saya: belajar untuk memahami dan melaksanakan prioritas.

Sebagai orang tua – atau setidaknya orang yang lebih tua, bisa jadi anda pernah mendengar anak, keponakan, adik kelas, atau teman anda mengeluh sibuk. Apalagi dengan anak mahasiswa, rasanya kata sibuk sudah seperti ganggang hijau. Begitu lumrah dan mudah terlontar dari mulut. Namun yang patut dipertanyakan, apakah memang sesibuk itu? Agaknya saya tergolong cukup skeptis dengan keakuratan alasan ini.

random115-1
Data frekuensi penggunaan internet di Indonesia. | Sumber: Hootsuite & We Are Social.

Data yang dihimpun oleh Hootsuite dan We Are Social, dua lembaga yang secara rutin menghimpun statistik pengguna internet menunjukkan bahwa Indonesia hari ini tergolong negara yang melek teknologi. Angka penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 51%. Dengan kata lain, sudah lebih dari separuh Warga Negara Indonesia telah mampu mengakses internet. Sebuah prestasi bagi negara terpadat ke-4 di dunia.

Beberapa fakta menarik lain juga saya sajikan melalui beberapa cuplikan slide yang dihimpun oleh tim Hootsuite dan We Are Social. Salah satunya adalah durasi orang Indonesia mengakses internet. Menurut hasil penelitian tersebut terungkap bahwa mengonsumsi internet selama 16 jam sehari! Bukan main!

Meski rasanya terbilang lebay dengan jumlah tersebut, saya masih berpikir jika rasanya itu mungkin saja terjadi. Kita lihat di sekeliling kita saja misalnya. Orang-orang kantor sering saya dapati sedang membuka aplikasi chat seperti Whatsapp dan BBM, sementara di layar desktop ada tab di browser yang menampilkan logo Facebook. Begitu juga dengan anak kuliah – teman-teman saya sendiri. Rasanya sungguh pemandangan yang wajar di Indonesia untuk mengakses smartphone pada saat kuliah berlangsung. Chatting dan menengok laman Instagram tanpa perasaan bersalah dan kehilangan ilmu sudah umum. Dalihnya sih mengusir bosan. Apa benar begitu?

random115-2
Platform media sosial teraktif di Indonesia. | Sumber: Hootsuite & We Are Social.

Dengan penggunaan tidak intens tapi rutin, saya rasa durasi 16 jam bisa saja terjadi tanpa disadari oleh pemakai. Bisa jadi awalnya iseng menengok timeline Twitter, eh ternyata 30 menit kemudian sudah membuka situs online shop. Sementara itu, pekerjaan yang seharusnya menjadi prioritas malah terbengkalai. Tugas yang bisa dikerjakan selama 1 jam, kini jadi molor hingga 3 jam. Alhasil, kita kerap kali merasa sibuk dengan apa yang kita lakukan, padahal di sisi lain kita tidak menghasilkan apa-apa. Ironis bukan?

Jika kita tidak sadar bahwa kita sedang keranjingan internet, lalu bagaimana kita bisa melawan ketergantungan kita itu? Batasi. Itu langkah awal agar kita bisa sadar dan mulai lebih produktif. Ada beberapa saran dari saya yang mungkin dapat bermanfaat.

  1. Gunakan telepon genggam biasa, bukan smartphone. Saya melakukan hal ini sejak Desember 2016 lalu (hingga sekarang, Juli 2017). Meski awalnya tidak disengaja lantaran smartphone saya rusak, namun harus saya akui lepas dari smartphone membuat saya dapat fokus pada hal-hal lain dengan durasi yang lebih lama ketimbang sebelumnya.
  2. Aktifkan airplane mode di jam-jam produktif. Well, saran yang pertama memang terlalu ekstrem. Namun tenang, solusi kedua sedikit lebih lunak dari sebelumnya. Kita bisa menjadwal kapan kita menggunakan smartphone dengan full function. Misal pada pagi hari sebelum berangkat bekerja, jam makan siang, dan setelah makan malam hingga 1 jam sebelum tidur. Di luar waktu itu, airplane mode diaktifkan. Selain membuat kita lebih fokus, tentu dapat membantu kita menghemat kuota bukan?
    random115-3
  3. Gunakan alarm/countdown timer saat berselancar di internet. Internet memang sering membuat orang lupa waktu dan tergeser dari tujuan awal. Agar tidak membuang waktu terlalu banyak, kita bisa mengakalinya dengan mengaktifkan notifikasi khusus (alarm/countdown timer) dalam selang waktu tertentu ketika kita mulai masuk ke dunia maya. 15 menit, 30 menit, itu terserah anda. Tapi usahakan dipatuhi ya.
  4. Online sebagai bentuk reward. Seseorang tentu memerlukan penghargaan atas kerja kerasnya. Maka agar tetap produktif tanpa ketinggalan informasi, anda bisa menjadikan waktu berselancar di internet sebagai penghargaan atas apa yang telah anda kerjakan. Misal online selama 15 menit setiap berhasil mengerjakan 10 soal. Atau streaming 1 episode serial tertentu setelah mengerjakan 1 bab laporan. Itu bisa divariasikan sesuai kesenangan. Ingat, jangan kalap.
  5. Catat kebutuhan browsing. Jangan browsing sewaktu-waktu, karena umumnya yang sering terjadi kita justru terseret entah ke mana. Jika ada informasi yang anda perlu cari atau unduh di internet, kumpulkan itu di awal. Bisa dengan mengetiknya di notepad atau meng-SMS-kannya ke nomor anda sendiri (saya kerap melakukan ini). Baru setelah dirasa cukup banyak dan perlu, akseslah internet berdasarkan kebutuhan anda tersebut. Hentikan pencarian ketika apa yang ada tuju telah ditemukan.
  6. Cari atau beli fasilitas akses internet tercepat yang mampu diperoleh. Karena kecepatan internet terkait erat dengan seberapa lama kita harus berada di depan layar untuk memperoleh apa yang kita inginkan. Jika memang dana anda mencukupi, buatlah akses internet anda sebagus mungkin. Jika tidak, bergerilyalah untuk mencari tempat internet gratis dengan kecepatan tinggi. Semakin cepat aksesnya, selain menjadi tidak suntuk harus menunggu proses buffering, multi-tab juga dapat dimaksimalkan sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif.

Demikian beberapa saran dari saya untuk membuat hidup kita tetap efektif selagi berselancar di dunia maya. Semoga berguna bagi para pembaca semua. Terakhir, ayo bijak dalam menggunakan teknologi; terutama internet.

Teknologi memang seperti lidah. Ia bagai pedang bermata dua.

Bram Y. Setiadi

Tinggalkan komentar